Kamis, 09 Mei 2013

Bursting Pink


What do you call it? Elegi? Motivation?

Aku bukannya tak punya malu, bukan juga sengaja berniat untuk ngacauiin semua kepercayaan yang kalian berikan. Beneran, waktu aku ingat kata-kata yang Ibu ucapkan dari saat pertama kali aku ketemu Ibu aku benar-benar merasa hina.
Aku akuin bahwa aku berkali-kali berharap kejadian yang sekarang aku timpa terjadi. Itu bodoh, aku tahu.
Di dalam bus aku bahkan janji bahwa aku akan menangis di dalem kamar mandi dan nggak akan menyesali lagi perbuatan yang menyebabkan diriku sendiri terlihat menyedihkan. Aku ngerasa ada sesuatu  yang berat di dada, serbuan air mata rasanya siap keluar dari kelenjar lakrimal (muahaha, efek ulangan biologi). Tapi aku malu jika aku benar-benar melakukannya, di dalam bus-_-
Hari itu di dalam bus aku ingat, Ibu-Ibu di sebelahku memberitahu bahwa seorang kakek pengemis yang setiap hari duduk di halte yang setiap hari kulewati meninggal dalam tidurnya. Aku, dalam waktu itu juga menyadari, kakek itu mungkin telah lama mati saat harapannya telah hilang, saat ia memutuskan untuk menunggu kematiannya dengan duduk di halte setiap hari, menyerah pada kehidupan.
Lalu aku bertanya pada diriku, apa hari ini aku telah mati juga? Hari ini sekeping kecil harapanku juga telah hilang. Yang menyebabkan ini semua terasa berlebihan adalah pikiranku. Selama ini aku meyakinkan diriku bahwa ya atau tidak adalah sama. Tapi itu benar-benar pikiran orang yang bodoh, ya aku bodoh. Keduanya berbeda, dan kenyataan memang bisa menyakitkan.
Sambil menahan beban berat yang menggumul di dada aku setuju aku pantas mendapatkannya. Aku nggak pantas dapat penghargaan untuk semua kelakuan dan pikiran bodoh yang aku lakukan. Aku pantas dapat pengetahuan bahwa aku terlalu terlena dan menyepelekan, bahwa yang sekarang berbeda dengan yang dulu. Aku sambil tertawa kecil, benar-benar menyetujuinya.
Di rumah, dimana aku merencanakan aku ingin dan akan menangis  aku sadar satu hal. Aku nggak bisa, bahkan dengan memikirkan semua pengalihan pandangan teman dariku (aku nggak tahu mereka kecewa atau kasihan), kepercayaan guru, orang tua, dan quote “malu jika tidak bisa” dari guruku. Ini menggelikan. Dan sebaliknya aku mulai bisa nerima dan tersenyum secara normal. Aku ... aneh, ya aku tahu.
Sambil nulis tulisan ini aku masih heran dan kepengen bisa nangis, dan sekarang aku mulai sadar. Ini mungkin yang benar-benar aku inginkan. Bodoh, ngawur, tapi iya. Seharusnya dari awal aku nggak dapat kesempatan, tapi aku berterimakasih sama Ibu. Ya bu, saya nggak bisa, dan saya ngisin-isini. J
Mulai hari ini walaupun aku tahu bakal lebih susah (mbuangeti) untuk ngewujudinnya, tapi aku bakal usaha. Aku baru sadar selama ini aku nggak pernah benar-benar mencoba. Pilar-pilar besar kelompokku akan terus maju ke rumah yang lebih mewah, tapi aku disini bersama pilar-pilar yang berpotensi nggak kalah besar akan mencari jalan kami sendiri menuju rumah mewah lain. Yah tahulah, selalu ada jalan menuju Roma.
Aku dengan langkah ragu-raguku harus mulai diilangin. 
GO AHEAD! :D

N.B. :Bagian awal terasa menggelikan-_- Ya nggak sih?
image source : http://willow-full-of-song.deviantart.com

Vintage Clock


Existence of Singapore


Red Umbrella

Maaf lama banget nggak posting sesuatu^^
Hoho, akhir-akhir ini banyak kejadian yang nggak terduga dan super sibuk. Nahh, di hari libur yang menggembirakan (?) ini, akhirnya aku bisa mbuka blogger lagi dan ngepost sesuatu. Enjoyy~. Dan maaf ya kalau foto-fotonya sederhana banget. Seperti yang aku bilang, aku pengen banget kamera SLR/DSLR. Dan karena aku pemula banget karena cuma kepengen doang, aku nggak tahu apa bedanya.
BTW, kenapa aku curcol lagi ya soal kepengenanku?-_-